. Keriting News - Voice Of Tgidoo: News photo
TIGIDOO VOICE website | Members area : Register | Sign in


Tampilkan postingan dengan label News photo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label News photo. Tampilkan semua postingan

Awas...! Manusia Bertopeng dikalangan Mahasiswa Papua

Kamis, 03 Juli 2014



Surabaya.Segelintir Oknum Mahasiswa Papua Surabaya Yang tergabung dalam Masyarakat Mahasiswa Papua,Papua Barat,Maluku dan NTT Mendeklarasikan Dukungannya Kepada Capres Tertentu.Rabu 02/072014,Sekitar Pukul 18.00 sampai Selesai Bertempat di Hotel Empire Place Surabaya,Jl.Brauran Surabaya.Menurut pantauan Media ini Persiapan Maupun sampai Pergelaran Deklarasi Dukungan Kepada Capras Tersebut Dilakukan Secara Terselubung yang dilakukan oleh Oknum-Oknum Bertopeng Baik itu dari Masyarakat Papua surabaya Maupun IPMAPA Surabaya Karena Tahapan persiapan Sampai Hari-H Pendeklarasian tersebut Tanpa Sepengetahuan 60% dari Ikatan-Ikatan / Organisasi-organisasi Papua yang ada di Surabaya.Ketika ditemui Ketua Ikatan Nabire,Paniai,Dogiyai dan Deiyai (IPMANAPADODE) Kota Surabaya-Sidoarjo, Framax.” Kegiatan Pendeklarasian ini Dilakukan Oleh Oknum-oknum Tertentu Secara sepihak karena saya bersama Anggota Organisasi saya Baru Mengetahui Kegiatan itu Ketika Pendeklarasian sedang Berlansung.Itupun karena teman saya menelphon saya Menanyakan apakah Anggotamu ada ikut atau tidak..Seharusnya IPMAPA Surabaya Harus menjalankannya sesuai Prosedur yang ada,dengan tahan Pembahasan terlebidahulu Melalui RUA IPMAPA dan Berdasarkan Rekomendasi Resmi dari Seluruh Organisasi-Organisasi Kemahasiswaan Papua Yang Ada di surabya,Ungkapnya”.
waktu yang bersamaan juga Diungkapkan oleh salasatu Mahasiwa Asal Meepago Piche Takimai Dengan rasa Kesal, Bahwa”Golput,boikot ataupun Mendukung,memillih Capres adalah Hak Hati Nurani Masing-masing Namun Disini yang saya kesalkan adalah Mengatasnamakan Mahasiswa Papua Surabaya,Loh...inikan tong Sebagian Orang tratau Barang itu berlansung dan tanpa sepengetahuan kami lagipula trada surat rekomendasi dari semua Ketua-Ketua ikatan wilayah/Kabupaten,dan saya pikir Kami Dipermainkan Oknum-oknum Bertopeng Dari IPMAPA dan Masyarakat Papua di Surabaya.namun Permasalahan ini kami akan Telusuri dan diskusikan bersama,Ungkapanya.” (pit/VOT)

PHOTO; Venezuela Berduka Melepas Kepergian Hugo Chavez

Kamis, 07 Maret 2013


 Para pendukung presiden Hugo Chavez melempar berbagai barang seperti kaos, topi, ke peti jenazah presiden Venezuela yang wafat di Caracas (7/3). Jenazah akan disemayamkan di Akademi Militer di Caracas, sampai dimakamkan pada hari Jum'at (8/3). AP/Rodrigo Abd

 Mobil jenazah yang membawa peti presiden Venezuela Hugo Chavez melewati jalan di Caracas setelah keluar dari rumah sakit militer (7/3). Chaves wafat akibat sakit kanker. REUTERS/Marco Bello

 Rakyat Venezuela mengelilingi mobil jenazah yang membawa jenazah Presiden Venezuela Hugo Chavez di Caracas, yang meninggal akibat penyakit kanker (7/3) Chavez akan dimakamkan Jum'at besok. AP/Miraflores Presidential Press Office

 Dua rakyat Venezuela memegang boneka Presiden Venezuela Hugo Chavez, saat menunggu giliran melihat jenazah presiden mereka di Caracas, Venezuela, (7/3). AP/Esteban Felix

 Seorang wanita antre untuk melihat jenazah presiden Venezuela Hugo Chavez yang disemayamkan di akademi militer Fort Tiuna di Caracas, Venezuela, (7/3). AP/Esteban Felix

Ibu presiden Hugo Chavez , Elena Frias (ketiga kiri) bersama saudara Hugo Chavez mengamati jenazah yang disemayamkan di akademi militer di Caracas (7/3). Negara menyatakan hari berkabung nasional dan sekolah diliburkan selama tujuh hari. AP/Miraflores Presidential Press Office

PHOTO: Pembakaran Bendera Kolonial NKRI Merah Putih


Pembakaran Bendera Merah Putih bagian dari Simbol perlawanan Rakyat Papua Terhadap NKRI yang berdiri Ilegal di tanah Papua. karena Idelogi perjuangan Paua lebih kuat dibandingkan dengan nasionalisme merah Putih. sebagai tanda perlawanan Merah Putih di Kremasikan oleh nyala api yang berkibar menyayat dan makan helai demi helai sebagi simbol perlawanan. perjuangan yang terus di suarakan ini bagian dari kemenangan Papua. Free West Papua.



Kajian Pelaksaan PEPERA 1969

Selasa, 19 Februari 2013


Tinjauan Perjanjian New York
15 Agustus 1962 Pasal XVIII
Oleh : John Anari, Amd. T
Sumber: Frits Kirihio (Tokoh Sejarah Papua).
Piagam PEPERA
Sumber: DEPEN RI
"Indonesia will make arrangements, with the assistance and participation of the United Nation Representative and his staff, to give the people of the territory the opportunity to exercise freedom of choice. Such arrangements will include: (a) Consultations (Musyawarah) with the representative councils on procedures l and appropriate methods to be followed for ascertaining the freely expressed will of the population; (d) The eligibility of all adults, male and female, not foreign nationals, to participate in the act of self-determination to be carried out in accordance with international practice, who are resident at the time of the signing of the present Agreement and at the time of the act of self-determination, including those residents who departed after 1945 and who return to the territory to resume residence after the termination of Netherlands administration."

Berdasarkan Pasal XVIII Perjanjian New York, dinyatakan secara jelas bahwa Pemerintah Indonesia akan melaksanakan pepera dengan bantuan dan partisipasi dari utusan PBB dan Stafnya untuk memberikan kepada rakyat yang ada di Papua kesempatan menjalankan penentuan pendapat secara bebas. Kemudian melakukan konsultasi dengan Dewan-Dewan Kabupaten yang ada di Papua untuk membicarakan metode pelaksanaan pepera ini. Selanjutnya, seluruh orang dewasa, baik laki-laki atau perempuan memiliki hak pilih untuk berpartisipasi dalam penentuan nasib sendiri yang akan dijalankan sesuai dengan aturan internasional. Dimana mereka yang punya hak pilih itu adalah mereka yang tinggal di Papua saat Perjanjian New York ditandatangani dan mereka yang berada di Papua ketika PEPERA dilaksanakan, termasuk mereka penduduk Papua yang meninggalkan Papua setelah 1945 dan kembali ke Papua dan menguruskan kembali kependudukannya setelah berakhirnya pemerintahan Belanda.
Namun ternyata Pemerintah Indonesia hanya melakukan konsultasi dengan Dewan Kabupaten di Jayapura tentang tatacara penyelenggaraan PEPERA pada tanggal 24 Maret 1969. Kemudian diputuskan membentuk Dewan Musyawarah PEPERA (DMP) dengan anggota yang berjumlah 1026 anggota dari delapan kabupaten, yang terdiri dari 983 pria dan 43 wanita.
Tabel Perbandingan Peserta DMP dan Total Penduduk Papua Tahun 1969
Sumber: Editor by John Anari

Yang mana, para anggota DMP itu ditunjuk langsung oleh Indonesia (Tidak melalui Pemilihan Umum di tiap-tiap Kabupaten) dan dibawah intimidasi serta ancaman Pembunuhan oleh Pimpinan OPSUS (Badan Inteligen KOSTRAD) Mr. Ali Murtopo.
Sedihnya lagi, para anggota DMP itu ditampung di suatu tempat khusus dan dijaga ketat oleh Militer sehingga mereka (anggota DMP red) tidak bisa berkomunikasi atau dipengaruhi oleh keluarga mereka. Setiap hari mereka hanya diberi makan nasehat supaya harus memilih bergabung dengan Indonesia agar nyawa mereka bisa selamat.
Komandan OPSUS: Brig.Jend. Ali Murtopo
Sumber: Wikipedia
Sebelum menjelang PEPERA yang dimulai di Merauke pada tanggal 14 Juli 1969 dan di akhiri di Jayapura pada tanggal 4 Agustus 1969, datanglah suatu tim dari Jakarta yang diketuai oleh Sudjarwo Tjondronegoro, SH. Tim tersebut tiba di Sukarnopura (Hollandia/Kota Baru / Sekarang Jayapura ) dan kemudian didampin- gi oleh beberapa anggota DPRGR Propinsi Irian Barat untuk berkeliling ke setiap kabupaten se Papua Barat. Tim ini mengadakan pertemuan-pertemuan awal dengan para tokoh masyarakat dan adat untuk menyampaikan tekhnis-tekhnis pelaksanaan PEPERA bila tiba hari H. Pelaksanaan PEPERA adalah secara formalitas saja, untuk memenuhi New York Agreement, maka diusahakan untuk secara aklamasi dan bukan secara perorangan. Agar bunyi penyampaian agar seragam, maka akan disiapkanlah konsep-konsepnya dan Anggota DMP tinggal baca saja dan bagi mereka yang tidak bisa baca/tulis disuruh menghafal untuk kelancaran pelaksanaan PEPERA. Para anggota DMP kemudian ditampung di suatu penampungan khusus dan dijaga ketat oleh Militer serta selalu diteror-teror oleh Pimpinan OPSUS (Mr. Ali Murtopo Pimpinan Badan Inteligen Kostrad). Mereka berkali-kali diujicoba untuk meyakinkan bahwa nantinya penyampaian pendapat tidak berbeda satu dengan yang lain. Semuanya harus memilih "Papua Barat menjadi bagian integral dari Indonesia". Tim dari Jakarta melakukan kegiatan keliling Papua Barat tanggal 24 Maret hingga 11 April 1969. Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri (MENDAGRI) 31/1969 menetapkan jumlah anggota Dewan Musyawarah PEPERA (DMP). Tanggal 25 Maret 1969 dibentuklah anggota panitia pembentukan DMP. Setiap kabupaten ditunjuk 9 orang. Maka dari 8 kabupaten yang ada terdapat jumlah 72 orang yang ditunjuk untuk menjadi anggota Panitia Pembentukan DMP. Setiap kabupaten dipilih anggota DMP oleh Indonesia serta sesuai dengan konsep dan perencanaan Pemerintah Jakarta.
Pembukaan PEPERA di Kabupaten Merauke pada 14 Juli 1969.
Sumber: DEPEN RI, capture by John Anari
Kemudian pelaksanaan sidang dapat dilakukan di setiap kabupaten. Teknis pelaksanaan telah diatur sedemikian rupa sehingga jumlah 1.025 orang ini juga terdiri dari, bukan saja bangsa pribumi, tapi juga bangsa pendatang dari Indonesia. yang dalam waktu singkat telah menjadi pegawai negeri, petani, nelayan, sejak 1963. Bangsa pendatang diberi status yang sama dengan penduduk pribumi untuk dapat menjadi anggota DMP. Sorong, Manokwari, Biak dan Numbay (Jayapura) dianggap sebagai daerah rawan. maka menjelang July 1969 telah didropping pasukan untuk mengawasi jalannya PEPERA, yaitu : KOPASANDA (sekarang KOPASUS), Raider, dan Polisi. Sehingga akhirnya dengan rasa sedih yang dalam terpaksa para anggota DMP itu harus memilih Bergabung dengan NKRI di depan Utusan PBB Mr. Fernando Ortisan. Walaupun ada terjadi sedikit gerakan protes oleh rakyat Papua di luar gedung PEPERA tetapi disapuh bersih oleh Militer Indonesia dengan Senjata dan Meriam, diculik, dibunuh, disiksa, dan dihina-hina bahwa orang Papua bodoh. Para wartawan pada saat itu pun juga dilarang oleh Militer Indonesia untuk meliput proses Penentuan Pendapat itu.
Photo: Situasi Pelaksanaan PEPERA dalam Ruangan Tertutup dan Rahasia di Fakfak

Sayangnya, mengapa tak ada Pasukan PBB yang mengawasi tetapi justru diawasih oleh Tentara Indonesia yang jumlahnya melebihi utusan PBB.
Setelah berakhirnya proses Jajak Pendapat (Self Determination ) tersebut, para anggota DMP tersebut diberi Radio, Gergaji, dan Sekap/Ketam serta dijanjikan akan diberi uang. Kemudian pada tahun 1976 mereka (Anggota DMP) diberi piagam penghargaan dengan uang tunai Rp. 200.000,- lalu tahun 1992 pada saat PEMILU bekas anggota DMP diberikan uang Rp. 150.000,-. Uang berjumlah Rp. 14 milyard yang dikirim dari Jakarta untuk bekas anggota DMP sebagian besar dikorupsi oleh para pejabat tinggi yang ditugaskan dari Jakarta.

Apakah Proses Jajak Pendapat di Tanah Papua itu sudah sesuai dengan Aturan Internasional yang termuat dalam Perjanjian New York 15 Agustus 1962 Pasal 18 ? Ternyata pelaksanaan PEPERA itu hanya Formalitas karena mengikuti Perjanjian Roma Tanggal 30 September 1962 Ayat 1 yang berbunyi PEPERA dibatalkan atau bila perlu dihapuskan saja. Tetapi pada ayat 2 mengatakan bahwa Indonesia mengurus Papua hanya 25 Tahun saja, terhitung mulai 1 Mei 1963. (Info lengkap tentang Perjanjian Roma bisa dilihat di http://www.oocities.org/west_papua/Rome_Agreement.htm).
Dengan adanya perjanjian ini, maka Indonesia bisa masuk ke Papua mulai tanggal 1 Mei 1963, mengirim Transmigrasi mulai tahun 1977, menerima bantuan Dana PBB sebesar US $. 30 Juta untuk membangun Papua, Dana ini disebut FUNDWI (Fund United Nation Donatur for West Irian). Dana ini dipakai oleh Pemerintah Indonesia untuk membangun Perhubungan Laut, Darat, dan Udara tetapi sayangnya Pelabuhan Laut, Darat, dan Udara pada tahun 60-an tak ada perubahan apapun juga karena itu masih seperti peninggalan Belanda. Namun sekitar tahun 1980-an baru mulai ada perubahan. Selain itu, juga telah diadakan penanda tanganan kontrak karya Freeport McMoran pertama pada tahun 1967 sebelum Referendum 1969 karena dalam Rome Agreement telah diberikan ijin kepada Amerika untuk menanam Saham di Indonesia demi kemajuan Papua.?
Dengan adanya Perjanjian Roma ini, maka Papua tidak disahkan dengan Ketetapan MPR atau Undang-Undang seperti Timor Leste yang dipaksakan gabung ke NKRI dengan Ketetapan MPR namun sudah dicabut oleh Ketetapan MPR lagi karena East Timor telah Merdeka. Karena itulah, tak ada kepastian hukum di Negara Indonesia untuk menjamin Hak-hak Orang Papua sebagai Warga Negara Indonesia. Kalau memang PEPERA sah, mengapa tidak disahkan oleh Ketetapan MPR/UU melainkan hanya disahkan menjadi Provinsi 27 suatu Penetapan Presiden (Penpres) no 1 tahun 1963. Kemuadian Penpres no 1 tahun 1963 ini tidak pernah dimajukan ke Parlemen untuk ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti UU sesuai dengan bunyi pasal 20 UUD 1945. Dengan PENPRES ini pula diberlakukannya Otonomi Khusus pertama bagi Papua namun setelah Soekarno dijatuhkan dengan Isu G 30 S PKI, maka dicabutlah kedudukan Khusus itu oleh Presiden Soeharto melalui Ketetapan MPRS no.21 Tahun 1966 Pasal 6. Lalu dikembalikan lagi menjadi Otonomi Khusus kedua dengan UU no.21 tahun 2000 oleh Presiden Megawati.
Berdasarkan hal tersebut sehingga tidak adanya kepastian hukum untuk menjamin hak hidup orang Papua di dalam Negara Kesatuan Indonesia. Atau secara kasar status Papua adalah daerah (tanah Jajahan) di dalam Negara Indonesia. Akibatnya penduduk tanah Papua tidak turut menikmati hak-hak warga sipil, timbul diskriminasi rasial yang selalu memojokan orang Papua itu Hitam, Keriting, Bodoh, Monyet, Bau, dan tidak pantas bekerja di luar pulau Papua sebagai pekerja handal seperti : Teknisi, Pejabat Pemerintah maupun Swasta. Salah satu contoh dapat kita lihat di perusahaan Raksasa yang sekarang beroperasi di Papua seperti Freeport dan BP. Di BP hanya terdapat 6 orang Papua sebagai Tenaga Engineer namun karena adanya diskriminasi sehingga 1 orang Geologi telah mengundurkan diri. Lalu 1 orang Staff IT (Information and Technology) telah dikeluarkan dari BP karena ia banyak memprotes tentang Diskriminasi terhadapnya di Departemen DCT (Digital Communication and Technology) BP Indonesia. Sehingga sekarang tenaga Engineer orang Papua di BP hanya tinggal 4 orang yaitu 1 orang Kimia, 1 orang Geologi, dan 2 orang IT. Sedangkan tenaga Engineer lainnya ditutupi oleh kaum pendatang, dan ada beberapa kritikan dari Perfomance Manager DCT bahwa BP tidak butuh orang Papua di IT tetapi karena kasihan makanya diterima orang Papua. Selain itu, Pemain sepak Bola PERSIPURA pun banyak dihina "Monyet" pada saat bertanding di luar Jayapura. Masih banyak kasus diskriminasi rasial terhadap orang Papua dan akan terus berlangsung selama daerah Papua berada dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Tambang PT. Freeport Indonesia di Gunung Grasberg - Tembagapura
Sumber: Download dari google
Lokasi BP LNG Tangguh di Tanah Merah - Teluk Bintuni
Jadi, kesimpulannya bahwa proses jajak Pendapat (Act of Free Choice/Self Determination) tahun 1969 tidak sesuai dengan pasal 18 Perjanjian New York yang ditanda-tangani di Markas Besar PBB, New York - Amerika Serikat pada tanggal 15 Agustus 1962.

Sumber.oppb.webs.cn



PHOTO; Papua Not for Sale


WEST PAPUA- Penetrasi kuasa kapital global menggerus sumber-sumber kehidupan rakyat Papua. Tanah digadaikan, diterabas untuk perkebunan kelapa sawit dan transmigrasi. Tanah sebagai mama bagi rakyat Papua perlahan tapi pasti akan mengalami kehancuran. Rakyat Papua-lah yang akan menanggung kerusakan lingkungan akibat kesewenang-wenangan kekuatan modal menjajah alam Papua. Papua not for Sale. (© foto/teks: I Ngurah Suryawan)






PHOTO Part II; Benny Wenda, Freedom Tour 2013

Minggu, 17 Februari 2013


Benny Wenda, leader of the FWPC on his official Freedom Tour around the World, gathering support for West Papua.


Australian solidarity!

Benny pictured with the musician Nat Pa'apa'a from Blue King Brown at the Apology Concert in Canberra. The event was held to mark the 5th anniversary of the Australian Government's apology to the Aboriginal stolen generation.

Benny and the crew from Rize of the Morning Star playing live at The Espy in Melbourne last night. 

Papua Merdeka!

West Papua Freedom tour:
Benny Wenda with the Papuan Community in Melbourne, Australia. 
Hear the Sound of Our Drums. With Airileke Ingram, Ronny Ato Buai Kareni, and Jacob Rumbiak. 
Free West Papua, NOW!
Papua Merdeka!Benny Wenda with members of the West Papua community in Melbourne, Australia today
Benny meeting with the wife and two of the daughters of August Rumwaropen, the founder of legendary West Papuan band the Black Brothers.

August's daughters are continuing the music spirit of the struggle as part of theRize of the Morning Star music collective and also perform in TABURA and Blue King Brown.











Source: Free West Papua Campaign

PHOTO Part I; Benny Wenda, Freedom Tour 2013

Benny Wenda, leader of the FWPC on his official Freedom Tour around the World, gathering support for West Papua.


Benny Wenda meeting New York State Senator Bill Perkins earlier this evening at the end of the first day of the Freedom Tour.

Earlier today in Washington, Benny was interviewed by Free Speech Radio News where he discussed the struggle for freedom in West Papua.

Solidarity from American and East Timorese activists.

West Papua will be free

Solidarity for Benny's Freedom Tour from the Pacific Media Centre in Auckland, New Zealand.

Benny speaking to the media in Wellington, New Zealand earlier today.

Deepest thanks to Catherine Delahunty and all the other MPs who came out in support of Benny's visit and the right of the people of West Papua to self-determination

Benny Wenda pictured earlier today with the crew from Maori TV in Auckland, New Zealand.

Solidarity for West Papua's struggle for freedom

Australian solidarity!
Benny pictured with the musician Nat Pa'apa'a from Blue King Brown at the Apology Concert in Canberra. The event was held to mark the 5th anniversary of the Australian Government's apology to the Aboriginal stolen generation.

Another photo from Benny's meeting in Australia's Parliament House yesterday.

Pictured with Senator Richard Di Natale (Australian Green Party spokesman for West Papua), and Laurie Ferguson, an MP of the Australian Labor Party

Freedom Fighters Unite!
Thirteen years after they last saw each other in Jayapura, West Papua - today former political prisoners and now political exiles, Benny Wenda and Herman Wainggai, met in New York City and held aloft the West Papua flag against the backdrop of the Statue of Liberty.
West Papua will be free!


Aboriginal Solidarity!!

Benny pictured with (left) Airileke Ingram (producer of George Telek's hit song 'West Papua') and (centre) the legendary Aboriginal musician Djolpa, from the Black Arm Band




Benny Wenda (r) and Octovanius Mote (l) pictured in Washington D.C. earlier today.

Benny's schedule tomorrow will include meetings with the US Senate Committee for Foreign Affairs, members of the State Department, and also with Eni Faleomavaega.

British independent filmmaker, Dominic Brown who made the film about W.Papua, Forgotten Bird of Paradise, with West Papuan leader Herman Wainggai

Benny Wenda visited Human Rights Foundation (HRF) today in New York.
Benny gave a speech at HRF's Oslo Freedom Conference in 2012.

Benny pictured with staff at the Freedom Forum and Human Rights Foundation (HRF) offices in the Empire State Building, New York City — with Pedro Pizano

Pacific leaders Unite! 
Benny pictured meeting US Congressman for American Samoa, Eni Faleomavaega, yesterday in Washington, D.C. — at Washington D. C.

Solidarity with friends in Auckland, New Zealand.

Tomorrow Benny will travel to Wellington for an International Parliamentarians for West Papua (IPWP) event co-hosted by Catherine Delahunty MP
Source: Free West Papua Campaign

komenta berita terbaru